Janji ambisius Presiden Prabowo Subianto untuk merealisasikan Program 3 Juta Rumah per tahun masih menyisakan banyak tanda tanya. Hingga April 2025, cetak biru (blueprint) resmi dari program ini belum juga diterbitkan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
Padahal, Menteri PKP Maruarar Sirait dan Wakil Menteri Fahri Hamzah telah aktif bekerja lebih dari enam bulan. Ketidakjelasan ini menuai reaksi dari berbagai pihak, terutama asosiasi pengembang perumahan seperti Apersi dan REI.
Pengembang Bingung tanpa Blueprint
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Apersi, Junaidi Abdillah, menyampaikan bahwa hingga kini, pengembang belum mengetahui arah pasti dari program 3 Juta Rumah tersebut. Mereka tidak diajak berdiskusi, dan tidak ada panduan jelas untuk pembangunan satu juta rumah di perkotaan dan dua juta rumah di pedesaan.
“Kita pengennya diajak berbincang, bagaimana sih yang 3 juta rumah ini? Seperti apa sih?” ujar Junaidi saat acara Silaturahmi Nasional Apersi, Senin (21/4/2025).
Satu-satunya komponen program yang berjalan adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Skema ini telah merealisasikan sekitar 65.000 unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dari akhir Oktober 2024 hingga awal Januari 2025.
Namun, Junaidi menegaskan bahwa di luar KPR FLPP, program lain belum terasa dampaknya.
REI dan DPR RI Juga Desak Kejelasan
Ketua Umum REI, Joko Suranto, turut menyuarakan kekhawatiran pengembang akibat absennya blueprint. Menurutnya, tanpa kejelasan regulasi dan koordinasi lintas kementerian, pengembang tidak tahu langkah konkret apa yang harus dilakukan.
“Kami butuh kejelasan. Tanpa blueprint, pengembang bingung harus bergerak ke mana,” tegas Joko dalam diskusi media Februari 2025.
Komisi V DPR RI juga menyoroti hal ini dalam rapat dengar pendapat 3 Desember 2024. Ketua Komisi V Lasarus dan Wakil Ketua Syaiful Huda menuntut penjelasan langsung dari Menteri Maruarar Sirait.
“Kami belum menerima blueprint terkait program 3 juta rumah. Mohon dijelaskan, karena di anggaran ini tidak dijelaskan,” ujar Lasarus.
Pentingnya Kejelasan untuk Atasi Backlog
Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS 2023, backlog perumahan di Indonesia mencapai 9,9 juta unit. Kondisi ini menuntut kebijakan pemerintah yang terstruktur dan terukur, bukan hanya wacana semata.
Pengembang berharap blueprint segera diterbitkan agar mereka dapat merencanakan pembangunan dengan terarah, baik dari sisi teknis, pembiayaan, hingga target masyarakat sasaran.
Tanpa cetak biru yang jelas, program 3 Juta Rumah berisiko menjadi wacana semata. Pemerintah perlu segera menghadirkan dokumen resmi sebagai panduan teknis, serta membuka ruang diskusi dengan pengembang dan stakeholder terkait untuk memastikan realisasi program berjalan sesuai target.
Sumber: kompas.com









0 Komentar